Belum banyak orang Indonesia yang tahu..
Bahwa penemu jumlah kromosom 46 adalah seorang warga negara Indonesia bernama Joe Hin Tjio.
Tjio lahir tahun 1916. Ayahnya seorang fotografer dan memiliki sebuah studio foto.
Ia sering membantu memproses pencetakan film di “kamar gelap” studio foto milik ayahnya itu.
Tjio mengenyam pendidikan dasar hingga menengah di masa kolonial Belanda yang membuatnya mampu berbahasa Perancis, Jerman dan Inggris disamping bahasa Belanda.
Ia pun menguasai berbagai bahasa daerah yang ada di Indonesia.
Ia kemudian memutuskan mendalami agronomi dan terlibat dalam budidaya dan pemuliaan kentang.
Profesi itu membuatnya matang sebagai ilmuwan.
Tjio pada waktu itu mampu menciptakan kentang hibrida yang tahan terhadap pelbagai penyakit.Ketika Balatentara Jepang menyerbu Indonesia pada 1942 dan Tjio dimasukkan dalam kamp konsentrasi serta mengalami berbagai macam penyiksaan, kejadian itu akhirnya menjadi trauma dalam kehidupan selanjutnya.
Ketika perang berakhir , Tjio menumpang kapal Palang Merah yang kemudian membawanya ke Belanda.
Di negeri Kincir Angin itu, ia menerima beasiswa untuk belajar ke Eropa.
”Saya tinggal di rumah para kerabat orang-orang yang pernah saya tolong di penjara,” katanya suatu ketika.
Tjio hanya menumpang hidup di Belanda selama 3 bulan dan selanjutnya ia sudah mampu mandiri
karena memperoleh pekerjaan sebagai pemulia tanaman di Copenhagen dan Swedia.
Di Swedia, Tjio bertemua dengan Inga, wanita Eslandia yang kemudian dinikahinya pada 1946.
Selama satu setengah tahun ia bekerja di Royal Danish Academy di Copenhagen,
Kemudian pindah ke Universitas Lund di Swedia.
Di sana, Tjio berasosiasi dengan Institute of Genetics yang dipimpin oleh Dr. Albert Levan.
Penelitian sejak itu makin meluas hingga ke jaringan hewan mamalia.
Tjio menjadi cytogenetics secara kebetulan.
Tetapi pekerjaan utamanya adalah dalam genetika tanaman.
Keberhasilan risetnya telah mendorong pemerintah Spanyol
Untuk mengundangnya bekerja dalam proyek perbaikan tanaman.
Mulai tahun 1948 hingga 1959, ia memberikan arahan bagi riset cytogenetics di Zaragoza,
sementara di musim panas Tjio bekerja dengan Dr. Levan di Swedia.
Tjio sedang mencoba mempelajari kromosom manusia dan tanpa sengaja pada pagi hari 22 Desember 1955 terjadi penemuan luar biasa.Dengan menggunakan teknik untuk pemisahan kromosom pada sediaan gelas yang dikembangkan Dr. T.C. Hsu dari Universitas Texas di Galveston, Tjio melakukan perbaikan bagi teknik itu.
Ternyata metode barunya itu mampu menghitung dengan tepat jumlah kromosom manusia yang ada pada jaringan embryonic paru-paru manusia sebanyak 46 bukan 48
Seperti yang diperkiraan para ilmuwan pada masa itu.
“Saya sangat terkejut bahwa jumlahnya 46 tidak seperti perkiraan orang di masa itu yakni 48 buah,”
Ujarnya dalam memoar yang ditulis di NIHrecord.
Temuan revolusionernya itu kemudian dipublikasikan di sebuah jurnal Skandinavia bernama Heriditas pada 26 Januari 1956 hanya dalam waktu satu bulan empat hari hari sejak temuannya itu.
Pada tahun 1958 Tjio pergi ke Amerika Serikat dan pada 1959
Ia begabung menjadi staf National Institute of Health di Bethesda, Maryland, AS.
Di sini ia mengabdikan diri dalam riset kromosom manusia.
Pada tanggal 6 Desember 1962 Presiden AS, John F. Kennedy menganugerahi dirinya penghargaan International Prize Award winner of Joseph P. Kennedy, Jr Foundation.
Penghargaan itu diberikan kepada Tjio atas risetnya mengenai keterbelakangan mental.
Tjio pensiun pada tahun 1992 dan akhirnya wafat tahun 2001.
Ia pun menguasai berbagai bahasa daerah yang ada di Indonesia.
Ia kemudian memutuskan mendalami agronomi dan terlibat dalam budidaya dan pemuliaan kentang.
Profesi itu membuatnya matang sebagai ilmuwan.
Tjio pada waktu itu mampu menciptakan kentang hibrida yang tahan terhadap pelbagai penyakit.Ketika Balatentara Jepang menyerbu Indonesia pada 1942 dan Tjio dimasukkan dalam kamp konsentrasi serta mengalami berbagai macam penyiksaan, kejadian itu akhirnya menjadi trauma dalam kehidupan selanjutnya.
Ketika perang berakhir , Tjio menumpang kapal Palang Merah yang kemudian membawanya ke Belanda.
Di negeri Kincir Angin itu, ia menerima beasiswa untuk belajar ke Eropa.
”Saya tinggal di rumah para kerabat orang-orang yang pernah saya tolong di penjara,” katanya suatu ketika.
Tjio hanya menumpang hidup di Belanda selama 3 bulan dan selanjutnya ia sudah mampu mandiri
karena memperoleh pekerjaan sebagai pemulia tanaman di Copenhagen dan Swedia.
Di Swedia, Tjio bertemua dengan Inga, wanita Eslandia yang kemudian dinikahinya pada 1946.
Selama satu setengah tahun ia bekerja di Royal Danish Academy di Copenhagen,
Kemudian pindah ke Universitas Lund di Swedia.
Di sana, Tjio berasosiasi dengan Institute of Genetics yang dipimpin oleh Dr. Albert Levan.
Penelitian sejak itu makin meluas hingga ke jaringan hewan mamalia.
Tjio menjadi cytogenetics secara kebetulan.
Tetapi pekerjaan utamanya adalah dalam genetika tanaman.
Keberhasilan risetnya telah mendorong pemerintah Spanyol
Untuk mengundangnya bekerja dalam proyek perbaikan tanaman.
Mulai tahun 1948 hingga 1959, ia memberikan arahan bagi riset cytogenetics di Zaragoza,
sementara di musim panas Tjio bekerja dengan Dr. Levan di Swedia.
Tjio sedang mencoba mempelajari kromosom manusia dan tanpa sengaja pada pagi hari 22 Desember 1955 terjadi penemuan luar biasa.Dengan menggunakan teknik untuk pemisahan kromosom pada sediaan gelas yang dikembangkan Dr. T.C. Hsu dari Universitas Texas di Galveston, Tjio melakukan perbaikan bagi teknik itu.
Ternyata metode barunya itu mampu menghitung dengan tepat jumlah kromosom manusia yang ada pada jaringan embryonic paru-paru manusia sebanyak 46 bukan 48
Seperti yang diperkiraan para ilmuwan pada masa itu.
“Saya sangat terkejut bahwa jumlahnya 46 tidak seperti perkiraan orang di masa itu yakni 48 buah,”
Ujarnya dalam memoar yang ditulis di NIHrecord.
Temuan revolusionernya itu kemudian dipublikasikan di sebuah jurnal Skandinavia bernama Heriditas pada 26 Januari 1956 hanya dalam waktu satu bulan empat hari hari sejak temuannya itu.
Pada tahun 1958 Tjio pergi ke Amerika Serikat dan pada 1959
Ia begabung menjadi staf National Institute of Health di Bethesda, Maryland, AS.
Di sini ia mengabdikan diri dalam riset kromosom manusia.
Pada tanggal 6 Desember 1962 Presiden AS, John F. Kennedy menganugerahi dirinya penghargaan International Prize Award winner of Joseph P. Kennedy, Jr Foundation.
Penghargaan itu diberikan kepada Tjio atas risetnya mengenai keterbelakangan mental.
Tjio pensiun pada tahun 1992 dan akhirnya wafat tahun 2001.
Sumber : http://www.ceritakan.com/
Bookmark this post: |
0 komentar:
Posting Komentar